Kamis, 11 Desember 2014

Pengertian Hukum Acara Pengadilan Agama

Hukum Acara Pengadilan Agama, dilihat secara luarnya saja adalah peraturan yang mengatur acara pengadilan guna menegakan hokum perdata materiil yang diselenggarakan oleh badan peradilan Indonesia di bawah Mahkamah Agung dan Peradilan Agama adalah peradilan perdata khusus, yaitu khusus untuk perkara tertentu dan khusus untuk orang-orang tertentu.
Dalam bukunya Mukti Arto, Hukum Acara Pengadilan Agama ialah peraturan hokum yang mengatur bagaimana cara mentaatinya hokum perdata materiil dengan perantara hakim atau cara bagaimana bertindak di muka Pengadilan Agama dan bagaimana cara hakim bertindak agar hokum itu berjalan sebagaimana mestinya.[1]
Menurut Pasal 57 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi, “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini”.
Yang dimaksud peradilan itu adalah mengenai proses beracaranya, yaitu hokum atau peraturan yang mengatur beracara dibidang peradilan. Sedangkan yang dimaksud Pengadilan itu mengenai instasinya, yaitu suatu badan peradilan yang berada disuatu wilayah tertentu (Wilayah kabupaten/ kota sebagai Pengadilan Tingkat I, wilayah Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding dan berpuncak pada sebuah Mahkamah Agung untuk upaya hokum Kasasi).
Peradilan Agama, Pasal 1 angka 1 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, “Peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam”. Peradilan Agama sebagai peradilan khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu.
Kedudukan kewenangan hokum acara Peradilan Agama di Indonesia sebagai badan peradilan pelaksanaan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu :
1. Pasal 10 UU No. 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
a. Peradilan umum;
b. Peradilan agama;
c. Peradilan Militer; dan
d. Peradilan tata usaha Negara.
1. Pasal 2 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, “Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
2. Pasal 18 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umu, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Tempat kedudukan kekuasaan kehakiman di lingkungan Pengadilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama pada tingkat pertama, Pengadilan Tinggi Agama pada tingkat banding dan berpuncak pada sebuah Mahkamah Agung. Pengadilan Agama sebagai peradilan khusus karena Pengadilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Pengadilan Agama pada tingkat pertama meliputi daerah kabupaten/kota, dan Pengadilan Agama pada tingkat Banding meliputi daerah Provinsi. Mahkamah Agung sebagai puncak badan pengadilan di Indonesia mengadili perkara kasasi di seluruh wilayah Indonesia.
Subjek hokum berlaku untuk orang-orang yang beragama Islam atau Badan Hukum yang menundukan diri secara sukarela kepada hokum Islam.
UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 25 ayat (1) menyatakan, “Peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Kemudian UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pasal 49 ayat (1) menyatakan, “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam ; ….”.
UU No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama berbunyi, “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam ; …”.
Di dalam Penjelasan Pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 ini adalah :
Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi dibidang perbankan syari’ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari’ah lainnya.
Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk orang atau badan hokum yang dengan sendirinya menundukan diri dengan sukarela kepada hokum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan Pasal ini”.


http://taufiqlabera.blogspot.com/2012/01/pengertian-hukum-acara-pengadilan-agama.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar