Kamis, 11 Desember 2014

PENGERTIAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

A.     PENGERTIAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
Hukum pidana internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan kaidah-kaidah asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional. Definisi ini terkandung dua eksplisit yaitu pertama, hukum pidana internasional itu merupakan sekumpulan kaidah dan asas-asas hukum. Kedua, obyek yang diaturnya adalah tentang kejahatan atau tindak pidana internasional.
Secara implisit terkandung hal yang sudah biasa di dalam dunia ilmu hukum, tetapi tidak dimunculkan di dalamnya, yakni subyek-subyek hukumnya dan tujuan yang hendak dicapai.
Atas dasar itu maka dapat dirumuskan definisi hukum pidana internsional yaitu sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subyek-subyek hukumnya untuk mencapai tujuan tertentu.

B.     PERISTILAHAN
1.     Istilah Hukum Pidana Internasional dan Kejahatan Internasional
Istilah hukum pidana internasional itu sendiri menujukan adanya sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum pidana yang mengatur tentang kejahatan internasional. Misalnya, dalam bentuk perjanjian internasional yang substansinya (baik langsung ataupun tidak langsung) mengatur kejahatan internasional Sebagai contoh, konvensi tentang genosida (Genocide Convention) 1948, Konvensi tentang Apartheid 1973 dan konvensi tentang terorisme, seperti Konvensi Eropa tentang Pemberantasan Terorisme 1977, dll.
Sedangkan istilah kejahatan internasional menunjukkan adanya suatu peristiwa kejahatan yang sifatnya internasional, atau lintas batas negara, atau yang menyangkut kepentingan dari dua atau lebih negara.
2.     Istilah Hukum Pidana Transnasional dan Kejahatan Transnasional
Dalam hukum pidana transnasional, hukum itu tidak semata-mata berlaku dengan melintasi batas-batas wilayah satu negara, melainkan berlaku dengan melintasi batas-batas wilayah negara, jadi menyangkut dua atau lebih negara. Istilah hukum pidana transnasional lebih menekankan pada berlakunya hukum pidana nasional suatu negara ke luar batas-batas wilayah negara yang bersangkutan dan sampai pada tahap tertentu  hukum pidana nasional negara itu akan berhadapan dengan hukum pidana nasional negara-negara lainnya.
Sedangkan istilah kejahatan transnasional dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kejahatan-kejahatan yang sebenarnya nasional yang mengandung aspek transnasional atau lintas batas negara. Misalnya, kejahatan yang terjadi di suatu negara ternyata menimbulkan korban, tidak saja di dalam batas wilayah negara yang bersangkutan tetapi juga di wilayah tetangganya.
3.     Istilah Hukum Pidana Nasional yang Berdimensi Internasional dan Kejahatan Nasional yang Berdimensi Internasional
Istilah ini menunjuk pada pengertian tentang adanya sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum pidana nasional yang mengandung dimensi-dimensi internasional. Demikian juga istilah kejahatan nasional yang berdimensi internasional juga menunjuk pada adanya kejahatan nasional yang mengandung dimensi-dimensi internasional.
·      Dimensi-dimensi internasional dari hukum pidana nasional, bias saja pada hukum pidana nasional itu yang diberlakukan keluar batas-batas wilayah negara yang bersangkutan. Misalnya pemberlakuan hukum pidana nasional terhadap kejahatan yang terjadi di dalam wilayah negara tetapi menimbulkan korban yang berada di luar wilayah negara, seperti korban di laut lepas.
·      Dimensi-dimensi internasional dari kejahatannya adalah kejahatan dengan segala akibatya itu tidak terjadi semata-mata di dalam batas wilayah yang bersangkutan tetapi juga di wilayah negara lain. Misalnya, pemalsuan mata uang yang dilakukandi wilayah  suatu negara dan kemudian diedarkan kenegara-negara yang mata uangnya dipalsukan.
·      Dimensi internasional bisa terjadi pada subyek hukumnya, baik hukum sebagai si pelaku maupun korban dari kejahatan tersebut. Misalnya, beberapa orang yang berada diwilayah negara yang berbeda-beda, bekerja sama melakukan kejahatan yang menimbulkan korban di berbagai negara.
·      Beberapa jenis kejahatan terkadang menampakkan semua aspek seperti dipaparkan di atas.
Dari beberapa istilah di atas, pada dasarnya tidak mengandung perbedaan yang prinsip, karena semua istilah tersebut menunjuk pada obyek yang sama.


http://karmawasana.blogspot.com/2011/05/hukum-pidana-internasional.html

Pengertian Hukum Perdata Internasional menurut para ahli

1.   VAN BTAKEL
Hukum perdata internasional adalah hukum nasional yang ditulis atau diadakan untuk hubungan2  hukum internasional.
2.   SIDARTA GAUTAMA ( GOUW GIOK SIONG )
      Hukum perdata internasional adalah keseluruhan peraturan & keputusan hukum yang menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan2 & peristiwa2 antara warga ( warga ( negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel2  kaidah2 hukum dari 2 atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan2 ( kuasa, tempat yang pribadi )  soal2
3.   MASMUIM
      HPS adalah keseluruhan ketentuan2 hukumj yang menentukan hukum perdata dari negara mana harus diterapkan suatu perkara yang berakar didalam lebih dari satu negara

CONTOH2 UNSUR ASING DALAM HPI
1.   ORANGNYA YANG ASING
ex   : Badu wni melakukan jual beli mobil kepada wna dibukittinggi kemudian timbul                                         sengketa badu mengugat wna itu di PN bkt wna menjawab bahwa jual beli yang telah dilakukanya itu tidak sah dengan alasan sewaktu jual beli itu tidak sah menurut hukumnya dia baru dianggap dewasa setelah berumur 20 tahun sedangkan membuat jual beli umur 21 tahun jadi ia tidak berwenang melakukan jual beli
2.   TEMPAT DILAKUKANYA TINDAKAN
ex   Badu pergi berobat ke jerman barat disana ia membuat surat apakah ia harus memperhatikan hukum2 jerman dalam membuat surat warisan itu ia hanya memerlukan ketentuan2 BW saja dalam hal ini hukum mana yang akan dipakai
3.   TEMPAT LETAKNYA BARANG
      ex   efek2 yang terdapat diparis ditawarkan dibursa efek menurut hukum perancis hak milik serta resiko segera beralih kepada pembeli sesaat setelah adanya kata sepakat masuk resiko setelah barang diserahkan atau diterima oleh pembeli
4.   TEMPAT DILANGSUNGKANYA PERBUATAN
EX  Mungkin saja terjadi suatu hubungan hukum antara seseorang wni di Luar negeri ( jepang ) ingin melangsungkan perkawinan disana dalam hal ini hukum mana yang akan diperlukan & dipakai.
Unsur asing yang menyebabkan diterapkanya titik pertalian ( Point Of Contact )
HPI disebut titik pertalian karena mempertalikan fakta2 & keadaan2 atau peristiwa dengan sesuatu sistim tertentu.
Kalau terjadi peristiwa seperti contoh diatas telah ada ketentuan2 yang mengatur cara pemecahan soal2 tsb
Jadi didalam setiap negara terdapat 2 kelompok hukum
1.   Kelompok hukum yang berisi ketentuan2 untuk menyelesaikan persoalan2 interen dalam arti semua unusur2nya terdiri dari unsur2 interen
2.   Kelompok hukum yang berisikan ketentuan2 yang mengatur & menyelesaikan masalah2yang mengandung unsure asing yang menetapkan hukum mana yang berlaku terhadap hubungan2 hukum yang tidak termasuk kelompok pertama ( inilah yang disebut HPI )
Terjadi Suatu Peristiwa Hukum Didaerah Yang Tidak Bertuan ( Tidak Satu Negarapun Yang Mengusainya, ex Negara antar tika )
Ex        :           Orang Indonesia dengan orang jepang mengadakan ekspedisi dipulau antartika kemudian terjadi percekcokan, orang Indonesia merusak barang2 orang jepang setelah tiba dijepang orang jepang tadi menuntut orang Indonesia tersebut dipengadilan, orang jepang minta ganti kerugian
Dalam kasus ini merupakan suatu ketentuan yang berlaku bahwa jika telah terjadi perbuatan yang dilakukan dari dalam wilayah tidak bertuan maka hukum yang harus diterapkan adalah hukum negara dari orang yang menyebabkan kerugian itu
Dalam hubungan ini hukum Indonesia dinamakan hukum tanah air “ Heimat Srohr “

HPI paling banyak berada dalam yuris prudensi karena kasus banyak diputuskan di PN & HPI tersebar dimana2 seperti di BW, Yurisprudensi dll
HPI merupakan bagian dari hukum nasional dengan demikian HPI belum di kodifikasitapi dia tersebar diberbagai peraturan per uu an & ditempat lain
Ex  :     BW, Bpk, uu kepailitan, kebiasaan, yurisprudensi, traktat

DI INDONESIA WADAH UTAMA HPI DICANTUMKAN DALAM AB ( ALGEMENE BEL PALINGEN VAN WET GEVING PASAL 16, 17 & 18 )
Ketiga pasal itu merupakan ketentuan2 dasar tentang HPI sebab itulah ia dimasukan kedalam AB Bukan BW sebab AB merupakan UU yang sifatnya sementara, karena didalamnya terdapat pedoman2 kepada para hakim didalam menjalankan tugasnya yang tidak saja meliputi bidang hukum perdata tapi meliputi bidang2 hukum lainya

Isi Dari Ke 3 Pasal AB Tersebut Diatas :
1.   Pasal 16 AB Status Personil Seseorang & Wewenang
      Status & wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya ( Lex patriae )
      Jadi seseorang dimanapun ia berada tetap terikat kepada hukumnya yang menyangkut status & wewenang demikian pula orang asing maksudnya status & wewenang orang asing itu harus dinilai hukum nasional orang asing tersebut
2.   Pasal 17 AB Status Kenyataan / Riil Status
      Mengenai benda2 tetap harus dinilai menurut hukum dari negara atau tempat dimana benda itu terletak ( lex resital )
3.   Pasal 18 AB Status Campuran
      Status campuran bentuk tindakan hukum dinilai menurut hukum dimana tindakan itu dilakukan ( Locus Regit Actum )

Ketiga pasal tersebut diatas merupakan contoh dari ketentuan penunjuk disebut sebagai ketentuan penunjuk karena menunjuk kepada suatu sistim tertentu mungkin hukum nasional maupun hukum asing, dalam prakteknya hakim yang mengadili kasus HPI ini merupakan atau memakai hukum asing hal ini dilakukan oleh sang hakim dengan dasar karena UU yang berlaku dinegara orang asing tersebut yang memerintahkan bahwa dalam kasus yang dihadapi tersebut menerapkan hukum asing
Dengan hal tersebut diatas yaitu dimana hukum sang hakim menunjuk hukum orang asing dengan demikian perkara diadili berdasarkan hukum asing itu begitu caranya HPI dengan menunjuk ( Reference Rule ) ada kalanya dirasa kurng sesuai dengan cita2 hukum kita kalau sesuatu materi tertentu dikusai oleh hukum asing atau hukum asing itu dirasakan kurang menjamin kepastian hukum dalam hal ini pembuat uu membuat peraturan sendiri yang langsung menyelesaikan persoalan tersebut tanpa menunjuk kepada suatu sistim hukum tertentu, ketentuan yang seperti ini dinamakan ketentuan mandiri ( Own Rule )
Jadi dalam HPI terdapat 2 ketentuan
1.   Ketentuan penunjuk
2.   Ketentuan mandiri
Ex     Ketentuan mandiri merupakan suatu tindakan hukum & tindakan ini harus dituangkan kedalam bentuk tertentu terhadap bentuk tindakan hukum dikuasai olehpasal 18 AB yang menentukan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum ditempat dilakukanya tindakan dalam hal ini hukum asing hukum asing yang akan diterapkan itu missal menetapkan menentukan syarat2 yang lebih ringan. Cara2 pembuatan surat wasiat umpamanya hukum asing itu menetapkan sudah memenuhi syarat jika surat wasiat itu ditulis di selembar kertas begitu saja
Sedangkan menurut hukum kita hal tersebut kurang menjamin kepastian hukum, pada hal menurut BW kita untuk pembuatan surat wasiat didalam negeri ada 3 kemungkinan ( pasal 931 BW ) Olografis Akte Umum atau Akte Rahasia
Jadi kalau syarat di LN lebih ringan maka hal ini akan membahayakan kepentingan ahli waris & kepastian hukum menurut hukum kita karena itu lalu diadakan pencegahan dengan jalan membuat ketentuan yang dicantumkan dalam pasal 945 sub 1 BW yang isinya
“bahwa seorang wni yang berada di LN tidak diperbolehkan membuat surat wasiat melainkan dengan akta otentik ( Ketentuan penunjuknya ) & dengan mengindahkan tertib cara yang lazim dinegara mana surat itu dibuat”.

HPI – BURAHIM ESDE
Jadi apapun isinya ketentuan asing itu surat wasiat itu mutlak harus dibuat dalam bentuk otentik hanya saja formalitas2 yang harus dipenuhi ialah ketentuan2 yng berlaku dinegara yang bersangkutan umpamanya dinegara kita harus dimuka NOTARIS & DI LN umpamanya dimuka hakim. Ketentuan pasal 945 SUB 1 BW ini merupakan Penerobosandari pasal 18 AB dimana menurut pasal 18 AB surat wasiat itu harus dibuat menurut hukum yang berlaku ditempat pembuatan surat wasiat ternyata tidak diindahkan atau tidak dikerjakan atau tidak dilakukan karena tentang bentuk ini sudah ditentukan sendiri olehpasal 945 SUB 1 BW tersebut diatas sebaliknya tidak pula bersamaan dengan ketentuan interen seperti yang ditentukan didalam pasal 931 BW ketentuan demikian inilah yang dinamakan ketentuan mandiri

Berdasarkan uraian diatas dapatlah disumpulkan bahwa ketentuan mandiri itu mempunyai sifat2 sbb
1.   Menentukan sendiri hukum yang harus diperlukan
2.   Tidak mengindahkan ketentuan asing yang mungkin ada mengenai materi yang diatur
3.   Tidak serupa atau mirip atau identik dengan ketentuan interen


HPI Terdiri Dari            :
1.   Ketentuan menunjuk
2.   Ketentuan mandiri

Pasal 945 SUB 1 BW tersebut mengandung kedua ketentuan dimaksud yaitu harus dengan akta otentik       ( ketentuan mandiri ) & formalitas menurut hukum ditempat pembuatanya ( ketentuan penunjuk ).
Contoh : Keduanya pasal 945 SUB 1 BW

Sumber HPI Secara Umum
Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena dia merupakan bagian & sumber hukum nasional yaitu   :
-     Tertulis = mutlak = UU = sifatnya samar & tidak global
-     Tidak tertuils = kebiasaan, yurisprudensi
Sumber yang terutama HPI dari yurisprudensi

Sumber HPI  sama dengan sumber hukum nasional karena HPI merupakan bagian dri hukum nasional Sumber utama HPI adalah pada kebiasaan & yurisprudensi sedangkan UU ( Hukum tertulis ) sedikit sekali oleh karena sumber tertulis HPI sedikit sekali maka hakim sering menghadapi kekosongan hukum sesuai dengan pasal 22 AB yang menyatakan bahwa hakim yang menolak mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada UU / aturan maka dapat dituntut untuk itu hakim akan mencarinya pada kebiasaan atau yurisprudensi kalau dalam kedua kas tersebut diatas ( kebiasaan, yurisprudensi ) masih belum ditemukan maka ia akanmenciptakan hukum sendiri dengan kata lain hakimnya disebut menemukan hukum artinya hakim itu aktif & kreatifitas

  Hukum Dalam Memberi Keputusan Kalau Salah Tidak Akan Dituntut Tapi Kariernya Hancur
Kebiasaan yurisprudensi juga tercantum dalam pasal 1 BW Swiss yang menyatakan bila terdapat kekosongan dalam per uu an hakim mencari dalam kebiasaan yurisprudensi kalu tidak ada ia mencari dari p[endapat2 ahli / doktrin kalu disinipun ( doktrin ) tidak ada ditemukan maka ia menghayalkan diri sebagai pembuat uu

Pada Statuta Mahkamah Internasional ( Internasional Court Of Justice ) Pasal 38 Menyatakan The Court Shau Apply
a.   International Convension ( Convensi2 Internasional )
      Ketentuan2 dalam konvensi internasional
b.   International custom
c.   General principles of law
      Prinsip2 umum tentang hukum
d.   Yudicial and the leaching of the most highly qualitied publicisty yuris prudensi & doktrin

Sumber HPI Indonesia
Dapat digolongkan atas 2 masa yaitu
1.   Masa sebelum tahun 1945 .Sumber HPI Indonasia (HINDIA Belanda)
      yaitu:
      -     Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB
      -     Pasal 131 IS dan 163 IS
2.  Masa setelah tahun 1945 ( Setelah Indonesia merdeka )
      a.   Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB
      b.   UU kewarganegaraan RI yaitu UU no 62 / 1958
      c.   UU no 5 tahun 1960, UU pokok agraria
            dalam uu ini ada 2 pasal yang menyangkut dengan HPI
1.   Pasal 9 ayat 1
      Yang menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air,ruang angkasa dalam batas2 ketentuan pasal 1 & 2 dengan ketentuan tersebut orang asing atau badan hukum asing tidak boleh memiliki tanah di Indonesia kepada mereka hanya diberi hak guna bangunan & hak guna usaha & hak pakai & hak lainya kecuali hak milik
      Kalau orang asing bisa mempunyai hak milik berarti ada negara dalam negara
2.   Pasal 1 ayat 1 menyatakan seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa indonesia
d.   UU penanman modal asing uu no 1 / 67 = berkaitan dengan HPI
e.   UU penanaman modal dalam negara uu no 6 / 68

Teori2 Tentang Kualifikasi
Dalam setiap proses pengambilan keputusan hukum tindakan kualifikasi merupakan tindakan yang praktis & selalu dilakukan alasanya dengan kualifikasi orang mencoba menata sekumpulan fakta yang dihadapi mendeteksi serta menempatkanya kedalam suatu kategori atau kelompok atau ukuran tertentu
Dalam HPI masalah kualifikasi ini lebih penting artinya sebab dalam perkara HPI orang selalu menghadapi kemungkinan pemberlakuan lebih dari satu sistim hukum untuk mengatur sekumpulan fakta tertentu kenyatan ini menimbulkan masalh utama yaitu dalam suatu perkara HPI tindakan kualifikasi harus dilakukan berdasarkan sistim hukum mana atau berdasarkan sistim hukum pap diantara berbagai sistim hukum yang relevan


http://iusyusephukum.blogspot.com/2013/11/pengertian-hukum-perdata-internasional.html

HUKUM ACARA PERADILAN MILITER

Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara 
Badan yang termasuk ke dalam ruang lingkup peradilan militer adalah adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
Oditurat merupakan badan pelaksana kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata berdasarkan pelimpahan dari Panglima,yang hampir sama tugas dan fungsinya dengan lembaga kejaksaan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.
Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di Ibukota Negara Republik Indonesia yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum pengadilan lainnya ditetapkan dengan Keputusan Panglima. Apabila perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar tempat kedudukannya. Apabila perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar daerah hukumnya atas izin Kepala Pengadilan Militer Utama.
Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 (satu) orang Oditur Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 (satu) orang Panitera.
Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dibantu 1 (satu) orang Panitera.
Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat banding dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dibantu 1 (satu) orang Panitera.
Peradilan Militer di Indonesia dibentuk untuk pertama kalinya dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1946. Kemudian terbit UU No.8 Tahun 1946 tentang peraturan hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara, sebagai pengadilan yang khusus berlaku bagi militer.
Pada tahun 1948 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan / Kejaksaan dalam lingkungan Peradilan Ketentaraan.
Sejak berlakunya Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950, terjadi perubahan undang-undang tentang susunan dan kekuasaan kehakiman, dengan disyahkannya Undang-Undang Darurat No. 16 tahun 1950 menjadi Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam Lingkungan Pengadilan Ketentaraan.
Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya menjadi Ketua Pengadilan Tentara. Dan berdasarkan Undang-Undang No.6 tahun 1950 Jaksa Tentara dirangkap oleh Jaksa Sipil yang karena jabatannya bertugas sebagai pengusut, penuntut dan penyerah perkara.
Dalam keadaan yang tidak kondusif seiring dengan perkembangan politik pemerintahan lahirlah Undang-Undang No. 29 tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonmesia. Undang-undang ini merubah sistem dan hukumm acara peradilan Militer. Dalam pasal 35 tersebut menyatakan angkatan perang mempunyai peradilan tersendiri dan komando mempunyai hak penyerah perkara. Sebagai Implementasi pasal 35 Undang-Undang No.29 tahun 1954 lahirlah Undang-Undang No. 1 / Drt / 1958 tentang Hukum Acara Pidana Tentara dalam Undang-undang tersebut membatasi Jaksa dan Hakim umum di dalam penyelesaian perkara.




http://patricia-seohyerim.blogspot.com/2011/04/hukum-acara-peradilan-militer.html

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERATUN
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN) adalah Peraturan Hukum yg mengatur proses penyelesaian perkara TUN melalui pengadilan (hakim), sejak pengajuan gugatan sampai keluarnya putusan pengadilan (hakim).
HAPTUN disebut juga hukum formal yang berfungsi mempertahankan berlakunya HTUN (HAN) sebagai hukum material.
No
Pembeda
HAPTUN
Acara Perdata
1
Subjek/Pihak
badan/Pejabat TUN lawan warga masyarakat
Warga masy. Lawan warga masyarakat
2
Pangkal sengketa
Ketetapan tertulis pejabat
Kepentingan perdata warga masyarakat
3
Tindakan
Perbuatan melawan hukum penguasa
Perbuatan melawan hukum masy. Wanprestasi
4
Peran hakim
Hakim aktif
Hakim pasif
5
Rekonvensi
Tidak dikenal
Dikenal, diatur


Ø  Kompetensi absolut à kewenangan memeriksa/mengadili perkara berdasarkan pembagian wewenang atau tugas (atribusi kekuasaan)
Ø  Kompetensi relatif à kewenangan memeriksa/mengadili perkara berdasarkan pembagian daerah hukum (distribusi kekuasaan)
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa TUN tertentu dlm hal keputusan yg disengketakan itu dikeluarkan dlm waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yg membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yg berlaku.

-       Latar Belakang
Ide dibentuknya  PTUN adalah untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya.
-       Pembentukan Pratun bertujuan mengontrol secara yuridis tindakan pemerintah yang dinilai melanggar ketentuan administrasi ataupun perbuatan yang betentangan dengan hukum (abuse of power)
-       Eksistensi PTUN diatur dalam per-UUan yang khusus yakni UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN yang kemudian dirubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN
-       Sebelum diundangkan UU No. 9 tahun 2004 putusan PTUN sering tidak dipatuhi pejabat karena tidak ada lembaga eksekutor.

Konsideran mengingat :
1.)   Pasal 5 ayat (1), pasal 20 (1), pasal 24 dan pasal 25 UUD’45
2.)   TAP MPR RI nomor IV/MPR/1978-TAP MPR No. 11/MPR/1983/ttg GBHN
3.)   UU No 4/Tahun 1970 ttg Ket. Pokok-pokok kehakiman LN No 74/70
4.)   UU no. 4 tahun 1985 ttg MA RI 73/1985
Isi UU
A.    Terdiri dari VII BAB dan 145 pasal
-       BAB I         à ketentuan umum (7 pasal)
-       BAB II        à susunan pengadilan (39 pasal)
-       BAB III       à kekuasaan pengadilan (6 pasal)
-       BAB IV      à Hukum Acara (79 pasal)
-       BAB V       à ketentuan lain (9 pasal)
-       BAB VI      à ketentuan peralihan (2 pasal)
-       BAB VII     à ketentuan penutup (2 pasal)
B.    Pengesahan
Disahkan oleh Presiden RI Soeharto, 29 Desember 1986 diundangkan ygl 29 Desembe 1986, oleh Mensesneg Sudharmono LN No. 77 Tahun 1986
C.   Penjelasan atas UU RI No 5 Tahun 1981 ttg PTUN, pasal-perpasal
STRUKTUR UU No 5 Tahun 1986 ttg PTUN
TUJUAN Undang-undang
              I.        Konsideran menimbang :
a.    Bahwa negara RI, sebagai negara hukum yang berdasarkan pancasila dan UUD’45, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib, yang menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum
b.    Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum  (equality before the law), berlaku bagi orang biasa maupun pejabat.
c.    Terjaminnya hak-hak manusia oleh UU serta keputusan-keputusan pengadilan
            II.        Unsur Peradilan Administrasi dalam perselisihan
a.    Menurut A. V. Dicey “ Unsur Peradilan administrasi dalam perselisihan”
b.    Philipus M Hadjon
“civil law” atau “ modern Roman Law” sedangkan konsep “rule of law bertumpu atas sistem hukum “Common Law”
c.    Karakteristik “civil law” à administrasi membuat peraturan melalui “dekrit”
-       Kekuasaan itu didelegasikan kepada pejabat-pejabat administrative yang membuat pengarahan-pengarahan tertulis bagi hakim tentang bagaimana memutus suatu sengketa maka untuk pertama kali muncul cabang hukum baru yang disebut “droit administrative”
KETENTUAN UMUM
1.)   Administrasi negara
-       TUN adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik dipusat maupun di daerah
2.)   Pejabat TUN
-       Badan atau pejabat TUN adalah Badan/pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan per-UUan yang berlaku
3.)   Perselisihan/sengketa
-       Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang TUN, baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan TUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan per-UUan yang berlaku.
4.)   Keputusan TUN
-       Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan per-UUan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang/badan hukum perdata
5.)   Pengadilan
Pengadilan adalah pengadilan tata usaha negara, pengadilan tinggi TUN
6.)   Para pihak yang berperkara/bersengketa (para subyek hukum dalam berperkara)
a.    Penggugat : yaitu pemohon, adalah orang atau badan hukum perdata yang mengajukan tuntutan terhadap badan atau pejabat TUN
b.    Tergugat : Pejabat/ badan TUN yang mengeluarkan keputusan berbentuk administrasi yang ada padanya yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata
-       UU No 5/1986àPTUN
-       UU No 9/2004 à Perubahan UU No 5/1986
-       UU No 5/2009 à Perubahan kedua atas UU No 5/ 1986
PROSES BERPERKARA
Gugatan dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat TUN
Surat Edaran MA/SEMA No 2 Tahun 1991 baggi pihak ketiga yang dituju langsung keputusan TUN tetapi dia merasa kepentingannya dirugikan, maka tenggang waktu 90 hari di hitung secara kasuistis, sejak ia mengetahui dan merasa dirugikan atas terbitnya keputusan TUN
Proses berperkara
1.)   Dismissal Procedure
Rapat permusyawaratan (DP) dilakukan sebelum pemeriksaan persidangan. Hal ini merupakan ke-khususan pemeriksaan di peradilan TUN yang dipimpin oleh ketua pengadilan atau hakim senior lainnya yang ditunjuk ketua pengadilan. Tujuan adalah untuk memutus apakah gugatan yang diajukan itu diterima atau tidak diterima.
2.)   Pemeriksaan Persidangan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan kurang jelas
HAKIM WAJIB :
1.)   Memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka 30 hari
2.)   Dapat meminta penjelasan kepada badan/ pejabat TUN yang bersangkutan
HUKUM ACARA BIASA
1.    Ketua majelis membacakan gugatan
2.    Jawaban dari tergugat
3.    Replik dari penggugat
4.    Duplik dari tergugat
5.    Pembuktian (tertulis dan saksi dari penggugat dan tergugat)
6.    Kesimpulan
7.    Putusan (diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum)
8.    Upaya hukum (banding, Kasasi, Peninjauan Kembali/PK)
9.    Pelaksanaan putusan
Di luar badan-bdan yang umum, yaitu :
-       Notaris
-       Camat PPAT
-       Panitera


http://kicauanpenaku.blogspot.com/2013/04/hukum-acara-peradilan-tata-usaha-negara.html